Minggu, 04 November 2018

Islam dalam Lingkar Terorisme di Indonesia

Teror bom dan ledakan bom seringkali menerpa beberapa wilayah di Indonesia. Peristiwa mengakibatkan jatuhnya korban jiwa akibat ledakan bom, salah satunya ledakan bom yang terjadi di Surabaya pada tahun 2018. Peristiwa ledakan seringkali dikaitkan dengan salah satu golongan agama tertentu. Khususnya bagi penganut agama Islam. Hal ini diakibatkan target sasaran dan ciri pelaku pengeboman mencirikan penganut agama tersebut.
Masyarakat menganggap ledakan bom bunuh diri yang dilakukan oleh golongan tersebut merupakan suatu tindakan jihad. Penggunaan agama sebagai latar belakang peristiwa pengeboman seperti jihad merupakan suatu hal yang keliru. Kata jihad yang sesungguhnya seolah melenceng jauh dari arti sesungguhnya. Dalam KBBI kata jihad itu sendiri diartikan sebagai usaha dengan segala daya upaya untuk mencapai kebaikan. Sedangkan, tindakan yang dilakukan pelaku bom bunuh diri tersebut tidak mencerminkan suatu kebaikan. Pernyataan tersebut dapat dilihat dari kekerasan dan akibat yang ditimbulkan dari peristiwa tersebut.
Jatuhnya korban jiwa yang tidak bersalah merupakan salah satu alasan untuk mengatakan hal tersebut bukan suatu kebaikan. Masyarakat yang tidak mengetahui kesalahannya seolah dihakimi begitu saja. Menjadi korban dari pemikiran yang begitu fundamental pada seseorang. Pelaku seringkali menggunakan salah satu ayat untuk menjadi alasan tindakan mereka.
Tindakan kekerasan yang dapat dilakukan masyarakat muslim jika mereka di usir dari tempat tinggal mereka (idza ukhriju min diyarihim). Bahkan, jika dapat meminimalisirkan tindak kekerasan menjadi suatu yang lebih baik. Sehingga, tidak ada alasan bagi pelaku teror untuk melakukan tindakan pengeboman terhadap masyarakat bukan islam. Bahkan terhadap masyarakat islam itu sendiri. Penganut agama lain selain islam bukan bagian dari orang terkena (mukallaf) hukum islam. Hal ini dapat terjadi karena subjek hukum islam ialah masyarakat muslim itu sendiri. Menjadi
Tindakan kekerasan yang dilakukan pelaku teror tidak mencermikan arti dari islam sesungguhnya. Jika kita lihat arti islam sesungguhnya ialah damai atau selamat. Arti damai yang terdapat dalam islam membawakan kita harus mencari jalan yang damai dalam menjalani hidup. Baik itu dengan masyarakat sesama islam atau pun non-islam.
Islam akibat maraknya terorisme berlatar belakang agama, menjadikan masyarakat penganut agama tersebut seolah terpinggirkan. Menciptakan pemahaman yang salah mengenai arti islam sesungguhnya. Sehingga, muncul masyarakat yang sering dikatakan sebagai kelompok islamophobia. Hal ini seharusnya dapat dihindari dengan mempelajari islam tidak hanya melalui tulisan. Tetapi dari konteks dan pemakanaan yang mendalam dari arti tulisan al-quran dan hadits.
Bahkan akibat yang ditimbulkan terorisme, menjadikan rasa dendam yang timbul bagi keluarga  korban. Rasa dendam ini terus mengendap pada keluarga korban dan tumbuh seiring waktu berganti. Dampak-dampak ini seakan menjadi racun yang secara perlahan menghancurkan. Tidak hanya dapat menghancurkan kerukunan antar masyarakat beragama melainkan turut meruntuhkan keberadaan negara ini. Sehingga, perlu adanya upaya dalam mencegah perkembangan terorisme saat ini.
Abdurrahman Wahid (2006) dalam bukunya Islamku Islam Anda Islam Kita:Agama Masyarakat Demokrasi gerakan-gerakan fundamental ini alah proses pendangkalan agama yang menghinggapi kaum muslimin sendiri. Umumnnya kaum ini terdiri dari kaum intelektual yang berlatar belakang seperti ahli ilmu eksakta, ahli ekonomi bahkan dokter yang lebih memahami perhitungan rasional. Sehingga, tidak ada waktu dalam memahami agama yang ia anut selama ini. Padahal mempelajari al-qur’an dan hadits hanya melalui tekstual adalah kesalahan yang sangat fatal.
Dalam mencegah hal ini diperlukan pemahaman mengenai agama islam itu sendiri yang secara mendalam. Kita tidak mungkin menerapkan hukum islam pada negara multikultural seperti di Indonesia. Bahkan kita mungkin menerapkan hukum potong tangan di negara ini. Peran pemangku kepentingan seperti pemerintah, lembagak dakwah islam Indonesia hingga para ulama menjadi bagian penting dalam mereduksi perkembangan terorisme di Indonesia. 
Selain itu, jika telah terjadi proses bom bunuh diri pada suatu tempat. Perlu adanya upaya rekonsiliasi antara pelaku dan keluarga korban peristiwa tersebut. Menjadikan rasa dendam berkepanjangan dapat terhenti pada satu titik temu yang sama. Hal ini perlu dilakukan demi menjaga perdamaian di Indonesia serta citra baik agama islam di mata masyarakat. Wallahualam.

Minggu, 28 Oktober 2018

Kuliah Itu Gak Asik? Masa sih?

Dulu, saat SMA banyak teman-teman yang mengatakan bahwa nanti saat kuliah adalah masa belajar yang paling tidak enak, dimana nantinya para mahasiwa akan hidup lebih individualis. Saat itu saya percaya dan jadi takut sendiri memikirkan kemungkinan-kemungkinan buruk itu. Walaupun sekarang justru muncul pertanyaan kepada diri saya dan teman-teman mahasiwa lainnya yang membuat saya heran sekaligus bingung, bagaimana mungkin siswa SMA dapat membuat pernyataan demikian sedangkan mereka belum menjadi mahasiswa?.

Sekarang, setelah proses panjang dan Allah izinkan saya menjadi mahasiswa di UNJ,  yang saya rasakan adalah sebaliknya. Saya tidak menemukan ketakutan-ketakutan saya di masa SMA, justru saat kuliah saya sangat bersyukur dipertemukan dengan orang-orang yang sangat loyal dan perhatian, mereka yang mem-back up tugas-tugas kuliah maupun organisasi ketika saya lelah ataupun ada kepentingan lainnya, yang juga tidak pernah membiarkan saya kelaparan tentunya :p. 

Meng-compare pernyataan teman-teman SMA saya dan juga realita yang saya rasakan selama menjadi mahasiswa UNJ, walaupun kehidupan di kampus saya di kelilingi oleh teman-teman yang loyal, tapi tidak semua begitu nampaknya, hehe. Ada juga saya jumpai teman saya yang hampir tidak memiliki teman di kelas, bukan karna yang lain memusuhinya, tapi lebih karena dia yang kami anggap terlalu introvert dan mungkin tidak tertarik untuk bergaul lebih dalam. Jadi menurut saya untuk mendapatkan banyakt  teman, bukan bagaimana teman-teman kita, tapi bagaimana kita bisa mengontrol, membawa diri dan memperlakukan orang lain dalam pertemanan, dan ini berlaku disemua aspek kehidupan bukan hanya di kampus saja.

Untuk adik-adik siswa SMA yang baca blog ini, saya harapkan untuk tidak takut duluan ya ketika mendengar rumor-rumor yang menegerikan dari sumber yang tidak jelas :P

bonus foto-foto bersama teman-teman di kampus



Rabu, 03 Oktober 2018

Diskusi Ilmiah MAHYA: Moderasi Islam Dalam Thoriqoh Alawiyah

Diskusi ilmiah MAHYA dengan tema moderasi Islam dalam thoriqoh Alawiyah adalah diskusi yang diselenggarakan oleh Majelis Hikmah Alawiyah berkolaborasi dengan dosen-dosen program studi Pendidikan Agama Islam UNJ. pada hari selasa 2/10. Peserta diskusi dihadiri oleh banyak mahasiswa UNJ yang mayoritas adalah mahasiswa prodi PAI. Meskipun nampak tidak terlalu ramai, namun semangat para peserta diskusi terlihat menggelora sejak dikumandangkannya lagu Indonesia Raya.

Diskusi ini berjalan dengan sangat kondusif, acara dimulai dari pukul 9.30 pagi dan berakhir pada 11.45, dan dipandu oleh dua duta mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial UNJ. Apresiasi dari para peserta diskusi tidak hanya sebatas karena acara ini berlangsung kondusif, namun terlebih karena pada diskusi ilmiah MAHYA ini mengundang para pembicara yang sangat luar biasa dan sudah diakui kredibilitasnya dalam tema diskusi tersebut. Salah satunya adalah dosen prodi PAI yaitu Dr. Abdul Fadil yang menyampaikan diskusi ini dengan sangat jelas dan juga santai.

Banyak sekali ilmu yang didapat dari diskusi ini, yang saya sangat garis bawahi adalah tentang keutuhan islam yang harus dibangun bersama dengan nilai nilai keislaman yang Rasulullah ajarkan, adapaun output dari diskusi ini adalah para peserta diskusi menjadi anggota perpustakaan Majelis Hikmah Alawiyah yang berada di Kalibata.